keselamatan kerja konstruksi
7 Juni 2007 · 47 Komentar
Insinyur perencana struktur (structural engineer) dan pelaksana (site engineer) umumnya berfokus agar hasil kerjanya yaitu bangunan yang dikerjakannya dapat memenuhi persyaratan teknis yang berlaku, orang menyebutnya kuat (strength) dan kaku (stiff). Dengan demikian pada saat berfungsinya, bangunan tersebut dapat menjamin keselamatan pemakainya.
Sebagian besar, prosentasi pembelajaran di perguruan tinggi adalah untuk itu tadi, menghasilkan bangunan (struktur) yang dapat menjamin keselamatan pemakai dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Lalu bagaimana dengan proses pelaksanaan bangunan kostruksi itu sendiri. Bagaimana mendapatkan bahwa proyek berjalan dengan lancar tanpa ada atau timbul kecelakaan kerja, apalagi sampai jatuh korban jiwa.
Wah kalau itu, sesajinya harus kuat pak !
Apa betul seperti itu. Mau diakui atau tidak, yang terjadi adalah seperti itu. Harus ada sesajinya ! Ada saudara yang kebetulan terlibat pembangunan tol Cipularang, menangani satu segment pada proyek tersebut. Beliau mengatakan bahwa sesaji potong sapi kambing telah dilakukannya beberapa kali, bahkan tahlilan segala. Biayanya ? Itu sudah masuk anggaran kerjanya. Itu sudah biasa, tolak bala katanya. Hebat khan. Ini sungguh-sungguh terjadi. Tapi apa itu menjamin bebas kecelakaan ? Nggak juga, saya dengar ada juga yang meninggal, meskipun katanya itu terjadi di luar pagar proyek. :-
Jadi sebenarnya yang bertanggung jawab itu siapa sih kalau berkaitan dengan keselamatan kerja di proyek. Engineer-nya, kontraktornya atau owner-nya. Saya kira hal ini masih belum baku, khususnya di Indonesia. Benar tidak ?
Adanya safety belt merupakan tolok ukur bahwa mereka concern terhadap keselamatan, tapi kalau orang bodoh akan berkata “yang pakai itu, penakut !”
Kalau ada kecelakaan, “Wah itu sudah nasibnya. Lagi apes !”. Itu khan yang sering kita dengar berkaitan dengan kejadian tersebut.
Sebenarnya berkaitan dengan ‘kejadian’ tentang kecelakaan kerja, banyak terjadi. Tidak hanya kemarin, saat inipun juga sering terjadi. Kecuali yang besar-besar, maka kalau hanya jatuh korban sedikit, maka dapat dianggap kelalaiannya sendiri, biasanya pihak kontraktor memberi santunan kepada keluarga, lalu diberi embel-embel dengan kata-kata di atas, ya sudah selesai.
Jadi keselamatan kerja bagi pelaksana konstruksi di lapangan masih menjadi sesuatu yang jarang. Oleh karena itulah ketika ada mahasiswa UPH yang kerja praktek, pada saat bimbingan kerja praktek menceritakan bahwa prosedur keselamatan kerja di kontraktor proyeknya cukup ketat, wah ini menjadi sesuatu yang menarik. Ini perlu disosialisasikan. Bahwa keselamatan kerja itu tidak hanya bagaimana menyiapkan sesaji, tahlilan, kenduri atau sebagainya itu, tetapi itu suatu disiplin kerja dan harus mengikuti prosedur yang ketat.
Yang bagus juga, bahwa untuk mendapatkan keselamatan kerja di proyek tersebut perlu dibikin sistem dan ada yang bertanggung jawab terhadap sistem tersebut yaitu safety manager. Bahkan bila ada yang tidak mentaati sistem tersebut ada sangsi, yang bertahap tergantung dari tingkat kesalahan yang ditimbulkannya, bahkan kalau perlu PHK. Hebat khan. Proyek yang dimaksud adalah proyek Senayan Tower di Jakarta dengan kontraktor utama, Kajima Indonesia. Berikut kami sampaikan gambaran yang didapat di proyek tersebut berkaitan dengan bagaimana mereka mengusahakan keselamatan kerja bagi pekerja-pekerja di proyeknya.
Di pintu masuk kantor proyek, terpampang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan safety. Karena setiap pekerja kalau gajian atau nagih uang ke kantor tersebut maka tidak ada alasan bahwa mereka tidak tahu itu. Benar-benar di sosialisasikan. Serius ! Bravo PT. Kajima Indonesia.
Ini peraturan yang harus ditaati! Baca !
Lalu ditunjukkan juga, apa-apa yang harus ada pada setiap pekerja. Ini kondisi idealnya.
Perhatikan, diatasnya gambar pekerjanya ramah (senyum, tampangnya kayak orang jepang ya ) tapi lihat bawahnya, kalau nggak ngikuti dan melakukan pelanggaran bisa dipecat. Siapa berani ?
Ini formulir sanksi yang akan diberlakukan bila ada yang melanggar.
Perhatikan itu, ada yang bertanggung jawab lho. Mereka menyebutnya Safety Manager. Jadi tidak hanya sekedar berdoa aja, memohon aja, tetapi memang ada yang bekerja keras untuk memastikan keselamatan tersebut.
Ada proses pembelajaran bagi pekerjanya, hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab kecelakaan pekerja. Waspadalah ! Itu maksudnya.
Selain mengingatkan, maka pengelola proyek juga memberi petunjuk praktis bergambar bagi pekerjanya. Jadi bagi pekerja yang sehat, dan patuh, mestinya paham yang sebaiknya dilakukan.
Jika sudah dilakukan upaya-upaya seperti tadi, maka yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa itu harus diingatkan setiap hari, harus ada yang ‘berkoar-koar’ , yah minimal ke supervisornya. Itu lah mengapa sampai perlu ada ‘manager’-nya.
Reward : Artikel ini dapat ditulis karena disiapkan datanya oleh sdr. Iwan dan sdr. Hendrik, mahasiswa jurusan teknik sipil UPH yang telah melaksanakan kerja prakteknya di proyek Senayan Tower, waktunya telah mereka pergunakan dengan baik dan dapat menyerap wawasan-wawasan di lapangan yang up-to-dated. Bravo juga anda berdua.
Itu helm Kajima, o itu tho engineer Kajima yang dari Jepang ?!
Eh sorry, itu tadi khan Iwan, muridku. Belum lulus, tapi koq udah pantes sekali ya, kayak engineer ekspat lagi. Cepet-cepet lulus ya !
Kategori: Civil Engineer · Inspiration · K3 · informasi · pemikiran · teknik sipil
diAMBIL DARI;
keselamatan kerja konstruksi
7 Juni 2007 · 47 Komentar
Insinyur perencana struktur (structural engineer) dan pelaksana (site engineer) umumnya berfokus agar hasil kerjanya yaitu bangunan yang dikerjakannya dapat memenuhi persyaratan teknis yang berlaku, orang menyebutnya kuat (strength) dan kaku (stiff). Dengan demikian pada saat berfungsinya, bangunan tersebut dapat menjamin keselamatan pemakainya.
Sebagian besar, prosentasi pembelajaran di perguruan tinggi adalah untuk itu tadi, menghasilkan bangunan (struktur) yang dapat menjamin keselamatan pemakai dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Lalu bagaimana dengan proses pelaksanaan bangunan kostruksi itu sendiri. Bagaimana mendapatkan bahwa proyek berjalan dengan lancar tanpa ada atau timbul kecelakaan kerja, apalagi sampai jatuh korban jiwa.
Wah kalau itu, sesajinya harus kuat pak !
Apa betul seperti itu. Mau diakui atau tidak, yang terjadi adalah seperti itu. Harus ada sesajinya ! Ada saudara yang kebetulan terlibat pembangunan tol Cipularang, menangani satu segment pada proyek tersebut. Beliau mengatakan bahwa sesaji potong sapi kambing telah dilakukannya beberapa kali, bahkan tahlilan segala. Biayanya ? Itu sudah masuk anggaran kerjanya. Itu sudah biasa, tolak bala katanya. Hebat khan. Ini sungguh-sungguh terjadi. Tapi apa itu menjamin bebas kecelakaan ? Nggak juga, saya dengar ada juga yang meninggal, meskipun katanya itu terjadi di luar pagar proyek. :-
Jadi sebenarnya yang bertanggung jawab itu siapa sih kalau berkaitan dengan keselamatan kerja di proyek. Engineer-nya, kontraktornya atau owner-nya. Saya kira hal ini masih belum baku, khususnya di Indonesia. Benar tidak ?
Adanya safety belt merupakan tolok ukur bahwa mereka concern terhadap keselamatan, tapi kalau orang bodoh akan berkata “yang pakai itu, penakut !”
Kalau ada kecelakaan, “Wah itu sudah nasibnya. Lagi apes !”. Itu khan yang sering kita dengar berkaitan dengan kejadian tersebut.
Sebenarnya berkaitan dengan ‘kejadian’ tentang kecelakaan kerja, banyak terjadi. Tidak hanya kemarin, saat inipun juga sering terjadi. Kecuali yang besar-besar, maka kalau hanya jatuh korban sedikit, maka dapat dianggap kelalaiannya sendiri, biasanya pihak kontraktor memberi santunan kepada keluarga, lalu diberi embel-embel dengan kata-kata di atas, ya sudah selesai.
Jadi keselamatan kerja bagi pelaksana konstruksi di lapangan masih menjadi sesuatu yang jarang. Oleh karena itulah ketika ada mahasiswa UPH yang kerja praktek, pada saat bimbingan kerja praktek menceritakan bahwa prosedur keselamatan kerja di kontraktor proyeknya cukup ketat, wah ini menjadi sesuatu yang menarik. Ini perlu disosialisasikan. Bahwa keselamatan kerja itu tidak hanya bagaimana menyiapkan sesaji, tahlilan, kenduri atau sebagainya itu, tetapi itu suatu disiplin kerja dan harus mengikuti prosedur yang ketat.
Yang bagus juga, bahwa untuk mendapatkan keselamatan kerja di proyek tersebut perlu dibikin sistem dan ada yang bertanggung jawab terhadap sistem tersebut yaitu safety manager. Bahkan bila ada yang tidak mentaati sistem tersebut ada sangsi, yang bertahap tergantung dari tingkat kesalahan yang ditimbulkannya, bahkan kalau perlu PHK. Hebat khan. Proyek yang dimaksud adalah proyek Senayan Tower di Jakarta dengan kontraktor utama, Kajima Indonesia. Berikut kami sampaikan gambaran yang didapat di proyek tersebut berkaitan dengan bagaimana mereka mengusahakan keselamatan kerja bagi pekerja-pekerja di proyeknya.
Di pintu masuk kantor proyek, terpampang peraturan-peraturan yang berkaitan dengan safety. Karena setiap pekerja kalau gajian atau nagih uang ke kantor tersebut maka tidak ada alasan bahwa mereka tidak tahu itu. Benar-benar di sosialisasikan. Serius ! Bravo PT. Kajima Indonesia.
Ini peraturan yang harus ditaati! Baca !
Lalu ditunjukkan juga, apa-apa yang harus ada pada setiap pekerja. Ini kondisi idealnya.
Perhatikan, diatasnya gambar pekerjanya ramah (senyum, tampangnya kayak orang jepang ya ) tapi lihat bawahnya, kalau nggak ngikuti dan melakukan pelanggaran bisa dipecat. Siapa berani ?
Ini formulir sanksi yang akan diberlakukan bila ada yang melanggar.
Perhatikan itu, ada yang bertanggung jawab lho. Mereka menyebutnya Safety Manager. Jadi tidak hanya sekedar berdoa aja, memohon aja, tetapi memang ada yang bekerja keras untuk memastikan keselamatan tersebut.
Ada proses pembelajaran bagi pekerjanya, hal-hal yang berpotensi menjadi penyebab kecelakaan pekerja. Waspadalah ! Itu maksudnya.
Selain mengingatkan, maka pengelola proyek juga memberi petunjuk praktis bergambar bagi pekerjanya. Jadi bagi pekerja yang sehat, dan patuh, mestinya paham yang sebaiknya dilakukan.
Jika sudah dilakukan upaya-upaya seperti tadi, maka yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa itu harus diingatkan setiap hari, harus ada yang ‘berkoar-koar’ , yah minimal ke supervisornya. Itu lah mengapa sampai perlu ada ‘manager’-nya.
Reward : Artikel ini dapat ditulis karena disiapkan datanya oleh sdr. Iwan dan sdr. Hendrik, mahasiswa jurusan teknik sipil UPH yang telah melaksanakan kerja prakteknya di proyek Senayan Tower, waktunya telah mereka pergunakan dengan baik dan dapat menyerap wawasan-wawasan di lapangan yang up-to-dated. Bravo juga anda berdua.
Itu helm Kajima, o itu tho engineer Kajima yang dari Jepang ?!
Eh sorry, itu tadi khan Iwan, muridku. Belum lulus, tapi koq udah pantes sekali ya, kayak engineer ekspat lagi. Cepet-cepet lulus ya !
Kategori: Civil Engineer · Inspiration · K3 · informasi · pemikiran · teknik sipil
Tidak ada komentar:
Posting Komentar